masih di 30 Agustus 2012
Dinginnya suhu dipuncak membuat aku tak ingin berlama-lama berada disana, lagipula semakin siang semakin berbahaya berada di puncak karena angin berhembus ke jalur pendaki yang membawa racun dari jonggring saloka (nama keren'y wedusgembel semeru). Waktu menunjukan pukul 06.30 aku yang sudah puas berfoto-foto mengajak nunu untuk turun, tapi karena rombongan kampala masih kurang 1 yaitu ciwa dan camdig yang dibawa gery habis baterai akhirnya aku memutuskan menunggu ciwa (kasian juga kalo dia muncak tp ga ada dokumentasinya). Sambil menunggu aku melanjutkan mengabadikan keindahan yang ditampilkan sekeliling mahameru, 15-20 menit sekali terdengar suara gemuruh yang berakhir dengan letupan dari kawah semeru yang membuat semua orang yang ada dipuncak berlarian dengan sigap untuk berfoto dengan latar belakang kepulan wedus gembel semeru, akupun tak melewatkan momen ini.
Jonggring Saloka |
Ciwa dan kawan2 |
"Nu lu udah baca-baca tentang blank 75 kan?, pokoknya lu jangan ambil jalan terlalu ke kenan, ambil kiri & kalo bisa jalan sesuai jalur nanjak td" ucapku.
"oke!" jawab nunu.
"oke!" jawab nunu.
cukup asyik menuruni bukit pasir ini, akupun berlari kecil lalu memasang kuda-kuda seperti orang yang sedang bermain ice skating mengikuti gaya Hernatyo (Presenter JP Survival) yang kebetulan beberapa hari sebelum aku berangkat aku menyaksikan dia menuruni gunung ini juga. Awalnya aku tetap berada di jalur yang sama ketika naik, banyak pendaki yang masih berusaha berjuang menuju mahameru.
"Ayo, semangat mas sedikit lg sampai" ucapku menyemangati pendaki lain,
"Semangat masih penuh mas, tenaganya yang udah kosong" jawabnya.
akupun berfoto sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah 30 menit berjalan dari tempat berfoto, tepatnya pukul 08.00 masih ada pendaki yang berjalan menanjak dengan menderek seorang cewe menggunakan tali harness dengan wajah yang sudah tak bersemangat,
"mereka terlalu memaksakan, jam 8 masih disini namun nekat terus nanjak walopun si cw udah lemah lunglai. dengan kondisi normal saja butuh 2 jam berjalan apa lg kayak gini?" ucapku dalam hati.
akupun kembali berjalan melalui jalur pendaki, namun setiap aku melangkah pasti debu langsung mengelilingi sekitar dan kadang batu terseret kaki dan menggelinding kebawah yang tentunya membahayakan orang lain. Saat itu aku melihat Dei berjalan turun dengan cepat lewat jalur kanan (tepatnya dibawah jalur pendakian) akupun masuk jalur kanan dan merasakan sedikit aman dan tidak membahayakan orang lain disini. Awas!, batu mam! batu!, akupun sontak menghindar dan menyelamatkan diri. rupanya suara tadi adalah suara Gebol rombongan kampala. Nunu pun tampak ada diatasku bersama mereka. karena ingat tentang Blank 75 akupun masuk kembali ke jalur tengah dengan bergeser sedikit ke kiri. Sedangkan kampala terus berjalan turun. Setelah melihat cemoro tunggal yang sudah tumbang rombongan kampala masuk kembali ke jalur menuju arcopodo dan sesampainya di batas vegetasi mereka melambai-lambaikan tangan kpd semua pendaki untuk menunjukan bahwa itu jalur menuju Arcopodo. sekitar pukul 08.30 aku sudah berada di dekat cemoro tunggal bersama rombongan kampala. Nunu belum terlihat mendekat, begitupun ciwa. kami ber-6 menunggu mereka disini. Beberapa meter di sebelah kiri kami (sebelah kanan dari atas) sudah ada beberapa pendaki (banyak kayaknya) yang berbeda sekitar 3 punggungan dengan kita. tampak seorang pria tampak kebingungan mencari jalan untuk menyebrangi 3 punggungan itu. Kami terus mencari keberadaan ciwa dan nunu dan akhirnya merekapun tampak mendekati kelompok pendaki dipunggungan sana. Sedikit lega dan was-was juga hampir saja mereka turun dijalan yang salah dan memasuki lembah di antah berantah. Akhirnya para pendaki yang berada disana melintasi 3 / lebih punggungan dengan hati-hati, setelah memastikan Nunu aman akupun berjalan menuju arcopodo untuk menemui Resti. Setelah 10 menit berjalan dari cemoro kandang, aku tiba di Arcopodo dan mendapati tenda yang di isi resty sudah kosong. Akhirnya akupun menunggu Nunu dan kampala di arcopodo setelah semua berkumpul di Arcopodo aku dan Nunu turun terlebih dahulu dari kampala, jalan kami sangat lambat menyerupai keong, siput. Kaki sudah takkaruan rasanya, jempol kaki terasa sakit karena harus terus mengerem saat main iceskating tadi. Akhirnya akupun melepaskan sepatu dan berjalan tanpa alas kaki. Pasir halus dijalur ini membuatku berasa berjalan dipantai. Namun baru beberapa langkah tanpa alas kaki, jleb! aku menginjak akar yang bersembunyi dibalik pasir. Untung saja akar tersebut tidak terlalu runcing dan akupun melanjutkan berlajan. Beberapa anak kampala sudah mendahului kami, debu yang dihasilkan oleh pendaki yang turun dengan berlari dasyat sekali masker dan kacamata mutlak dibutuhkan disini. Aku berjalan konstan tanpa berhenti walaupun lambat, semakin bawah jalan mulai berbatu dan akupun mengenakan sepatuku kembali karena sakit. Akhirnya pukul 9.20 aku melihat resty menungguku di sebuah jembatan yang menghubungkan jalur arcopodo dengan kalimati. Setelah sedikit berbincang dan mengeluarkan camera, akupun berjalan bersama resty sambil berfoto-foto.
Setelah berfoto kami segera berjalan menuju tenda. Waktu menunjukan pukul 10.00, sesampainya ditenda aku membuka lapisan terluar baju dan celanaku yang penuh debu semeru. Tidak lama kemudian nunupun tiba ditenda dan berganti pakaian, perjalanan menuju puncak sangat menguras energi kami, akhirnya resty yang sudah melanjutkan tidur di Arcopodo memasakan aku dan nunu spaghetti, sedangkan aku langsung beristirahat didalam tenda. satujam berselang akupun bangun dan makananpun telah siap disantap, setelah membagi sedikit makanan kpd kampala, kamibertiga makan siang didalam tenda. Karena air sudah hampir habis, kami berniat mengambil air untuk perjalanan menuju Ranukumbolo, tp belum sempat kami beranjak satu jerigen air bersih mampir ditenda kami pemberian dari anak-anak kampala. Setelah itu acaranya adalah santai-santai, masak air buat diperjalanan dan beres-beres.
sekitar pukul 2.30 kami sudah siap melanjutkan perjalanan, setelah pamit kpd kampala kamipun bergegas meninggalkan kalimati, inilah style kami saat itu:
Jalan konstan melewati turunan dan tanjakan, tidak terlalu cepat namun tidak lambat kami bertiga melangkah pasti meninggalkan kalimati, sesekali duduk bersantai dibawah rindangnya pohon. Tidak ada target harus cepat sampai, kami begitu menikmati perjalanan ini dengan sesekali berfoto-foto.
Setelah 2 jam perjalanan kami tiba di ranu kumbolo, sudah nampak beberapa tenda yang hendak bermalam disini, aku duduk sejenak di tanjakan cinta, menikmati lukisan alam yang sangat indah yang tak ternilai harganya.
Setibanya diranukumbolo aku mendirikan tenda, dan beres-beres, aku duduk diatas pohon yang tumbang diatas danau dan membersihkan kaki. setelah itu aku kembali ke tenda lalu menyalakan kompor dan parafin, malam itu terasa indah sekali ditemani full moon di ranukumbolo, aku berdua bersama resty duduk di depan api unggun kecil buatan kami menggunakan parafin dan sedikit sampah kering. telur rebus camilan kami berdua saat itu, tidak lupa secangkir kopi hangat. Setelah itu kami berdua memasak untuk makan malam, setelah masakan matang kami makan didalam tenda, resty lupa mematikan lilin yang emang sudah hampir habis, lagi asik-asiknya makan, tiba-tiba :
"mba, hati-hati kebakaran apinya" terdengar suara mas-mas dari luar tenda
aku langsung bergegas keluar tenda dan memadamkan api, ternyata ponco yang tidak jauh dari lilin sudah terbakar.
setelah semua selesai diamankan kami semua beristirahat..
setelah semua selesai diamankan kami semua beristirahat..
silahkan lanjut ke dari gunung turun ke kota
kereeeen
BalasHapus